Thursday, March 6, 2008

SYARAT LAA ILAHA ILLALLOH

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد:

Berikut ini kami hadirkan ke hadapan rekan-rekan sekalian ringkasan Pengajian Bahrain, jumat 28 Desember 2007, dengan judul “Syarat-syarat “Syahadat La ilaha illallah”. Sebagaimana kita telah mempelajari "la ilaha illallah", kami berdoa kepada Allah Yang Maha Pemurah agar meneguhkan kita diatas tauhid “la ilaha illallah” dan mengakhiri kehidupan kita dari dunia yang fana ini dengan mengucapkan kalimat “la ilaha illallah”. Amin.



Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merohmatimu- bahwasanya "la ilaha illallah" adalah kalimat yang sangat agung, yang karenanya Allah menciptakan alam dan seisinya. "La ilaha illallah" adalah kalimat yang karenanya Allah mengutus para Rosul dan menurunkan Al Kitab. Tidaklah Allah memerintahkan sebuah perintah dan melarang sebuah larangan melainkan hanya karena "la ilaha illallah". Allah menciptakan surga karena "la ilaha illallah" dan menciptakan neraka karena "la ilaha illallah", surga diciptakan karena ia tempat kembali orang-orang yang bertauhid "la ilaha illallah", dan begitu pula neraka diciptakan karena ia tempat kembali para penentang "la ilaha illallah".



"La ilaha illallah" adalah kalimat yang sangat mulia yang memiliki keistimewaan yang begitu banyak, diantranya adalah sebagai berikut:



- Orang-orang yang bertauhid la ilaha illallah mereka adalah manusia yang paling berbahagia dengan syafa'at Nabi Muhammad shallallahu alihi wasallam di hari kiamat. Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu anhu berkata : Saya bertanya : Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafaatmu pada hari kiamat? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:



"لقد ظننت يا أبا هريرة أن لا يسألني عن هذا الحديث أحد أول منك لما رأيت من حرصك على الحديث، أسعد الناس بشفاعتي يوم القيامة من قال : لا إله إلا الله خالصا من قلبه أو من نفسه"

“Sungguh aku mengira tidak ada seorangpun yang bertanya tentang hadits ini sebelum kamu, karena aku melihat kesungguhanmu dalam mempelajari hadits. Manusia yang paling berbahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas dari hatinya atau dari jiwanya. ( HR. Bukhori 1/99 )



- Siapa yang mengucapkan la ilaha illallah dengan benar (yakin, ikhlash, paham maknanya dan konsekuensinya) maka Allah akan menyelamatkannya dari siksa neraka. Dari Umar rodhiyallahu anhu ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :



"إني لأعلم كلمة لا يقولها عبد حقا من قلبه فيموت على ذلك إلا حرم على النار : لا إله إلا الله "

“Sungguh aku akan mengajarkan sebuah kalimat, tidaklah seorang hamba mengucapkannya dengan benar dari hatinya, lalu ia mati diatas keyakinan itu, kecuali (Allah) mengharamkan tubuhnya dari api neraka. Yaitu kalimat la ilaha illallah. ( HR. Hakim, lihat Shohih Targhib wa Tarhib : 1528)



- Barangsiapa yang di akhir hayatnya sebelum dia meninggalkan dunia yang fana ini mengucapkan la ilaha illallah, Allah akan menjaminnya masuk surga. Dari Mu’adz bin Jabal y dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:

"من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة"

"Barangsiapa diakhir hayatnya mengucapkan la ilaha illallah, maka dia pasti masuk syurga. (HR. Abu Dawud, lihat Shohihul Jami’ : 6479)



- Allah Azza Wa Jalla meneguhkan orang-orang yang memurnikan tauhid dengan kalimat tauhid la ilaha illallah di dunia, di dalam kubur dan di akhirat. Dari Baro’ bin ‘Azib rodhiyallahu anhu ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :



"المسلم إذا سئل في القبر يشهد أن لا إله إلا الله و أن محمدا رسول الله فذلك قوله : يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت في الحياة الدنيا وفي الآخرة"

“Seorang muslim apabila ditanya didalam kubur, kemudian dia bersaksi sesungguhnya tiada tuhan yang haq selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, itulah makna firman Allah : (Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat) (QS. Ibrohim : 27) ( HR. Bukhori 5/4699 )



Namun ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merohmatimu dan menujukkanmu ke jalan yang lurus- sesungguhnya orang-orang yang bersyahadat "la ilaha illallah" sekali-kali tidak akan diterima disisi Allah dan tidak pula bermanfaat baginya kecuali apabila dia memenuhi syarat-syarat "la ilaha illallah".



Syarat-syarat Laa ilaaha illallah

(Dinukil dari Mathwiyat Makna Syahadatain yang diterbitkan oleh Al Maktab At Ta’awuni lida’watil Jaliyat Robwah-Saudi, yang diterjemahkan oleh: Abdullah Haidir, dengan tambahan dan penyesuaian.)



Para ulama menyatakan bahwa ada tujuh syarat bagi kalimat “la ilaha illallah”. Kalimat tersebut tidak sah selama ketujuh syarat tersebut tidak terkumpul dan sempurna dalam diri seseorang, begitu pula harus disertai mengamalkan segala apa yang terkandung didalamnya dan tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengannya. Yang dimaksud bukan sekedar menghitung lafaz-lafaznya dan menghafalnya; sebab betapa banyak orang yang hafal kalimat “la ilaha illallah” akan tetapi ia keluar bagaikan anak panah yang melesat dari busurnya (keluar dari Islam), sehingga anda akan lihat dia banyak melakukan banyak perbuatan yang bertentangan (bahkan merusak “la ilaha illallah” sedang dia tidak menyadarinya). Berikut ini syarat-syaratnya:



1.Ilmu yang tidak dicampuri dengan kebodohan.



Yang dimaksud adalah memiliki ilmu tentang maknanya kalimat “laa ilaha illallah” baik dalam hal nafy (peniadaan) maupun itsbat (penetapan) dan segala amal yang dituntut darinya (memahami konsekuensinya). Jika seorang hamba mengetahui bahwa Allah Ta'ala adalah semata-mata yang disembah dengan benar dan bahwa penyembahan kepada selainnya adalah bathil, kemudian dia mengamalkan sesuai dengan ilmunya tersebut. Lawan dari mengetahui adalah bodoh, yaitu dia tidak mengetahui wajibnya mengesakan Allah dalam ibadah, bahkan dia menilai bolehnya beribadah kepada selain Allah disamping beribadah kepada-Nya, Allah Ta'ala juga berfirman:



"إِلاَّ مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُوْن"

“Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (QS. Az Zukhruf:86). Maksudnya adalah: Siapa yang bersaksi sedangkan hati mereka mengetahui apa yang diucapkan lisan mereka.



Mempelajari makna “la ilaha illallah” adalah kewajiban yang paling pertama dan paling utama, karena bagaimana mungkin seseorang mengucapkan “la ilaha illallah” sedangkan ia tidak memahami maknanya, Allah berfirman :



(( فاعلم أنه لا إله إلا الله ))

"Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada sesembahan (yang haq) selain Allah." (QS. Muhammad 19)



Allah I menggabungkan lafadz ilmu dengan kalimat “la ilaha illallah”, hal ini menunjukkan bahwasanya ilmu yang pertama dan paling utama untuk dipelajari adalah ilmu tentang “la ilaha illallah”. Syaikh Abdurrahman As Sa’di rohimahullah berkata : “Ilmu yang Allah perintahkan untuk mempelajarinya adalah ilmu tentang mentauhidkan Allah. Maka wajib bagi setiap manusia untuk mempelajarinya, dan tidak ada seorangpun yang gugur dari kewajiban ini siapapun juga orangnya. Mereka semuanya wajib mempelajari (ilmu tentang) la ilaha illallah. ( Taisir Karimir Rohman : 5/39 )



Makna “la ilaha illallah” adalah tiada Tuhan yang disembah dengan benar selain Allah.



Adapun kalau anda mengartikan “la ilaha illallah” dengan "tiada tuhan yang disembah selain Allah", ini adalah artian yang batil karena tuhan yang disembah selain Allah banyak, namun hanya Allah Tuhan yang disembah dengan benar, sedangkan tuhan selain Allah, mereka memang disembah akan tetapi disembah dengan batil. Allah berfirman :

(( ذلك بأن الله هو الحق وأن ما يدعون من دونه هو الباطل وأن الله هو العلي الكبير ))

"Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang Haq dan sesungguhnya apa yang mereka seru selain Allah, adalah (tuhan) yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar." (QS. Al Hajj 62).



Demikian pula kalau anda mengartikan “la ilaha illallah” dengan “tiada Pencipta selain Allah”, ini juga artian yang batil; karena seluruh manusia baik yang beriman ataupun yang kafir meyakini akidah ini, bahkan orang-orang musyrikin Quraisy ketika ditanya: Siapakah yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki? Mereka semua menjawab: Yang mampu melakukan hal itu hanyalah Allah. Namun ketika mereka diajak oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam untuk mengucapkan “la ilaha illallah” yaitu memurnikan segala jenis dan bentuk peribadatan hanya kepada Allah; merekapun mengingkari dan memusuhi beliau shallallahu alaihi wasallam.



Kemudian setelah kita mengetahui arti makna “la ilaha illallah”, kita harus mengetahui pula konsekuensi dari “la ilaha illallah”; Yaitu janganlah kita beribadah melainkan hanya kepada Allah, janganlah berdoa meminta pertolongan kepada patung, jangan pula meminta pertolongan kepada berdoa kepada para Wali yang telah mati, bahkan jangan meminta pertolongan kepada para Nabi, akan tetapi berdoalah dan mintalah pertolongan hanya kepada Allah. Janganlah kita bertawakkal melainkan hanya kepada Allah.



Janganlah berserah diri diri kepada jin ataupun kepada tukang sihir dan jangan pula berserah diri kepada ramalan bintang! Namun berserahlah diri hanya kepada Allah. Janganlah bersyukur terhadap keni’matan yang dierikan kepadamu melainkan hanya kepada Allah; janganlah bersyukur kepada para imam yang telah mati, namun bersyukurlah hanya kepada Allah.





2.Yakin yang tidak dicampuri dengan keraguan.

Yaitu seseorang mengucapkan syahadat dengan keyakinan sehingga hatinya tenang dengannya, tanpa sedikitpun pengaruh keraguan yang dibisikkan oleh syetan-syetan jin dan manusia, bahkan dia mengucapkannya dengan penuh keyakinan atas kandungan yang ada didalamnya. Siapa yang mengucapkan “la ilaha illallah” maka wajib baginya meyakininya didalam hati dan mempercayai kebenaran apa yang diucapkannya yaitu adanya hak ketuhanan hanya dimiliki Allah Ta'ala dan tidak adanya sifat ketuhanan kepada segala sesuatu dari selain-Nya. Juga berkeyakinan bahwa kepada selain Allah tidak boleh diarahkan kepadanya ibadah dan penghambaan. Jika dia ragu terhadap syahadatnya atau tidak mengakui bathilnya sifat ketuhanan selain Allah Ta'ala, misalnya dengan mengucapkan: “Saya meyakini akan ketuhanan Allah Ta'ala akan tetapi saya ragu akan bathilnya ketuhanan selain-Nya”, maka batallah syahadatnya dan tidak bermanfaat baginya. Allah Ta'ala berfirman:



"إِنَّمَا اْلمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا"

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu ”. (QS. Al Hujurat:15).



Maka hendaklah kita yakin bahwasanya Tuhan yang disembah dengan benar hanya Allah, adapun selain Allah adalah tuhan-tuhan yang batil. Dan janganlah kita ragu-ragu akan hal ini, karena ragu-ragu dalam masalah ini adalah sifat orang-orang munafikin, Allah Ta’la berfirman:



"مذبذبين بين ذلك لا إلى هؤلاء ولا إلى هؤلاء، ومن يضلل الله فلن تجد له سبيلا"

“Mereka (orang-orang munafik) dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak pula kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah, maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.” (QS. An Nisa’:143).



3. Menerima yang tidak dicampuri dengan penolakan.



Maksudnya adalah menerima semua ajaran yang terdapat dalam kalimat tersebut dalam hatinya dan lisannya. Dia membenarkan dan beriman atas semua berita dan apa yang disampaikan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada sedikitpun yang ditolaknya dan tidak berani memberikan penafsiran yang keliru atau perubahan atas nash-nash yang ada sebagaimana hal tersebut dilarang Allah Ta'ala. Dia berfirman:
"قُوْلُوا آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا"

“Katakanlah, kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami”. (QS. Al Baqarah:136)



Lawan dari menerima adalah menolak. Ada sebagian orang yang mengetahui makna syahadatain dan yakin akan kandungan yang ada didalamnya akan tetapi dia menolaknya karena kesombongannya dan kedengkiannya. Allah Ta'ala berfirman:


"فَإِنَّهُمْ لاَ يُكَذِّبُوْنَكَ وَلَكِنَّ الظَّالِمِيْنَ بِأَيَاتِ اللهِ يَجْحَدُوْنَ"

“Karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah” (QS. Al An’am:33).



Rosulullah shallallahu alaihi wasallam ketika berdakwah kepada orang-orang musyrikin Quraisy untuk mengucapkan kalimat “la ilaha illallah” yaitu dengan memurnikan segala bentuk dan jenis peribadatan hanya kepada Allah; mereka menolaknya dengan sombong. Allah Ta’ala mengkisahkan penolakan mereka dalam firman-Nya:

"إنهم كانوا إذا قيل لهم لا إله إلا الله يستكبرون، ويقولون أئِنا لتاركوا آلهتنا لشاعر مجنون، بل جاء بالحق وصدّق المرسلين"

“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyom kan diri. Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair yang gila? Sebenarnya dia Muhammad) telah datang membaa kebenaran dan membenarkan rosul-rosul (sebelumnya). (QS. Ash Shoffat: 35-37).



Termasuk penolakan adalah perkataan manusia hari ini, ketika dikatakan kepada mereka: “Janganlah berdoa kepada para imam yang telah mati, seperti doa: (Ya Ali tolonglah kami), (Ya Husain tolonglah kami), (Ya Fatimah mudahkan urusan kami) dll, karena ini semua adalah doa-doa syirik yang merusak Tauhid “la ilaha illallah”, . Mereka berkata: “Ini adalah madzhab kami dan keyakinan kami”.

Maka kami katakan: “Inna lillahi wa inna ilaihi riji’un, apakah madzhab dan keyakinan mereka didasari dengan syirik meyekutukan Allah Ta’ala”.



Termasuk dikatakan menolak, jika seseorang menentang atau benci dengan sebagian hukum-hukum Syari’at atau hudud (hukum pidana Islam). Allah Ta'ala berfirman:
"يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً"

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. (QS. Al Baqarah:208)



4. Tunduk yang tidak dicampuri dengan pengingkaran.



Yang dimasud adalah tunduk atas apa yang diajarkan dalam kalimat Ikhlas, yaitu dengan menyerahkan dan merendahkan diri serta tidak membantah terhadap hukum-hukum Allah. Allah Ta'ala berfirman:



"وَأَنِيْبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ"

“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya”. (QS. Az Zumar:54).



Termasuk juga tunduk terhadap apa yang dibawa Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam dengan diiringi sikap ridho dan mengamalkannya tanpa bantahan serta tidak menambah atau mengurangi. Jika seseorang telah mengetahui makna “la ilaha lllallah” dan yakin serta menerimanya, akan tetapi dia tidak tunduk dan menyerahkan diri dalam melaksanakan kandungannya maka semua itu tidak memberinya manfaat. Termasuk dikatakan tidak tunduk juga adalah tidak menjadikan syariat Allah sebagai sumber hukum dan menggantinya dengan undang-undang buatan manusia.



5. Jujur yang tidak dicampuri dengan kedustaan.



Maksudnya jujur dengan keimanannya dan aqidahnya, selama itu terwujud maka dia dikatakan orang yang membenarkan terhadap kitab Allah Ta'ala dan sunnahnya, Allah Ta’ala berfirman:

"إِلاَّ مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُوْن"

“Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya)” (QS. Az Zukhruf:86). Maksudnya adalah: Siapa yang bersaksi sedangkan hati mereka mengetahui apa yang diucapkan lisan mereka.



Lawan dari jujur adalah dusta, jika seorang hamba berdusta dalam keimanannya, maka seseorang tidak dianggap beriman bahkan dia dikatakan munafiq walaupun mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka syahadat tersebut baginya tidak menyelamatkannya, Allah Ta’ala berfirman:



"ومن الناس من يقول آمنا بالله واليوم الآخر وما هم بمؤمنين، يخادعون الله والذين آمنوا وما يخدعون إلا أنفسهم وما يشعرون، في قلوبهم مرض فزادهم الله مرضا ولهم عذاب أليم بما كانوا يكذبون"

“Dan diantara manusia ada yang mengatakan: Kami beriman kepada Allah dan hari akhir, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya; dan bagi mereka adzab yang pedih disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al Baqarah:8-10).



Termasuk yang menghilangkan sahnya syahadat adalah mendustakan apa yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau mendustakan sebagian yang dibawanya, karena Allah Ta'ala telah memerintahkan kita untuk ta’at kepadanya dan membenarkannya dan mengaitkannya dengan ketaatan kepada-Nya.



6. Ikhlas yang tidak dicampuri dengan kesyirikan dan riya’.



Maksudnya adalah mensucikan setiap amal perbuatan dengan niat yang murni dari kotoran-kotoran syirik, yang demikian itu terwujud dari apa yang tampak dalam perkataan dan perbuatan yang semata-mata karena Allah Ta'ala dan karena mencari ridho-Nya. Tidak ada didalamnya kotoran riya’ dan ingin dikenal, atau tujuan duniawi dan pribadi, atau juga melakukan sesuatu karena kecintaannya terhadap seseorang atau golongannya atau partainya dimana dia menyerahkan dirinya kepada hal-hal tersebut tanpa petunjuk Allah Ta'ala, Dia berfirman:


"ألاَ لِلَّهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ"

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)”. (QS. Az Zumar:3)



"وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ"

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus” . (QS. Al Bayinah:5)



Lawan dari ikhlas adalah Syirik dan riya’, yaitu mencari keridhoan selain Allah Ta'ala. Jika seseorang telah kehilangan dasar keikhlasannya, maka syahadat tidak bermanfaat baginya. Allah Ta'ala berfirman:



"وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْناَهاَ هَبَاءً مَنْثُوراً"

“Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan” (QS. Al Furqon:23)



Maka dengan demikian tidak ada manfaat baginya semua amalnya karena dia telah kehilangan landasannya. Allah Ta'ala berfirman:

"إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءَ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ افْتَرَى إِثْما عَظِيْماً"

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sengguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisa:48).



7. Cinta yang tidak dicampuri dengan kebencian.



Yaitu mencintai kalimat yang agung ini serta semua ajaran dan konsekwensi yang terkandung didalamnya maka dia mencintai Allah dan Rasul-Nya dan mendahulukan kecintaan kepada keduanya atas semua kecintaan kepada yang lainnya serta melakukan semua syarat-syaratnya dan konsekwensinya. Cinta terhadap Allah adalah rasa cinta yang diiringi dengan rasa pengangungan dan rasa takut dan pengharapan.



Termasuk cinta kepada Allah adalah mendahulukan apa yang Allah cintai atas apa yang dicintai hawa nafsu dan segala tuntutannya, termasuk juga rasa cinta adalah membenci apa yang Allah benci, maka dirinya membenci orang-orang kafir serta memusuhi mereka. Dia juga membenci kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.



Termasuk tanda cinta adalah tunduk terhadap syariat Allah dan mengikuti ajaran nabi Muhammad dalam setiap urusan. Allah Ta'ala berfirman:

"قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهَ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ"

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imran:30)



Lawan dari cinta adalah benci. Yaitu membenci kalimat ini dan semua ajaran yang terkandung didalamnya atau mencinta sesuatu yang disembah selain Allah bersama kecintaannya terhadap Allah. Allah Ta'ala berfirman:


"ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ"

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amala mereka”. (QS. Muhammad:9)



Termasuk yang menghilangkan sifat cinta adalah membenci Rasulullah sollallohu ‘alihi wa salam dan mencintai musuh-musuh Allah serta membenci wali-wali Allah dari golongan orang yang beriman.



Akhirnya kami memohon kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang untuk selalu memperbaiki keimanan dan keislaman kita dan mudah-mudahan Allah selalu menunjukkan kita kepada jalan yang lurus sampai kita berjumpa dengan-Nya. Amin.



Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Ditulis hamba Allah yang faqir kepada ampunan-Nya: Ahmad Jamil bi Alim bin Hamid.

No comments: