Thursday, March 6, 2008

Jalan menuju penyempurnaan Iman

JALAN MENUJU PENYEMPURNAAN IMAN

Oleh: Syeikh Abu Abdillah Fathi bin Abdillah Al Mousily hafidzohulloh



Diterjemahkan oleh Abu Zeyaad Assalafy dari Majalah Al Istiqomah edisi 2 tahun 1424 H/2004 M hal 48 dengan beberapa penyesuaian.

Amal sholeh adalah timbangan yang membedakan antara iman haqiqi nan sempurna dengan iman yang sekedar pengakuan belaka. Oleh karenanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala mensifati orang-orang yang beriman dengan amalan-amalan; serta menetapkan pahala dan pujian terhadap orang yang melakukannya.

Tidak ada jalan untuk mensifati mereka dalam hakekat keimanan kecuali setelah melakukan amal sholeh secara lahir dan batin.

Alloh Subhanahuwata’ala berfirman :


إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَىٰ رَبهِمْ يَتَوَكَّلُونَ * ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ * أُوْلۤـٰئِكَ هُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ .(الأنفال :2-4)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Alloh gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal. Yaitu orang-orang yang melaksanakan sholat dan yang menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh derajat (tinggi) di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.(QS.Al Anfal 2-4)



Alloh Subhanahuwata’ala mensifati orang-orang yang beriman dengan sifat – sifat yang mencakup untuk melaksanakan pokok-pokok keimanan dan cabang-cabangnya baik secara lahir maupun batin.

Maka kesempurnaan iman adalah : Hakekat yang mencakup dari pokok-pokok keimanan, syaria’t Islam dan hakekat ihsan. Orang-orang beriman bertingkat-tingkat dalam hal ini.

Dalam Hadits yang diriayatkan oleh Abu Daud dan Thobroni dengan sanad yang Hasan, bahwasanya Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :


من أحب لله,و أبغض لله, و أعطى لله, و منع لله فقد استكمل الإيمان.

“Barangsiapa yang mencintai karena Alloh, membenci karena Alloh, memberi karena Alloh dan menahan (pemberian) karena Alloh maka telah sempurna imannya.”



Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahulloh menjelaskan hadits di atas :

“Sesungguhnya Iman adalah ilmu dan amalan, adapun amalan adalah buah dari ilmu. Sedangkan amalan ada dua macam (amalan hati dan amalan jawarih); amalan hati berupa cinta dan benci, serta melazimkan amalan jawarih (anggota badan) berupa pelaksanaan dan meninggalkan sesuatu; yaitu memberi atau menolak. Apabila keempat hal ini semata-mata karena Alloh, maka pemiliknya telah sempurna imannya. Tidaklah berkurang dari keempat hal tersebut dan ditujukan kepada selain Alloh, melainkan akan berkurang pula keimanannya sesuai dengan kadar pengurangannya.” (Ighotsatul Lahafan :1242)



Sumber realisasi Iman dan kesempurnaannya terletak pada cabang-cabang keimanan, baik yang dzohir maupun batin.

Dalam hadits yang shohih , Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الإيمان بضع و سبعون شعبة أعلاها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق و الحياء شعبة من الإيمان .

“Iman terbagi menjadi 70 cabang lebih, cabang paling tinggi adalah ucapan “Laa ilaha illalloh” dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan dan rasa malu adalah cabang dari iman.”



Keimanan yang diharapkan dalam bab ini adalah keimanan yang mencakup atas keyakinan-keyakinan yang shohihah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Assunnah, (mencakup) akhlaq mulia yang dengannya kaum muslimin disifati baik dalam kesendirian maupun beserta orang lain, serta mencakup amalan-amalan lahir dan batin dengan dilandasi oleh keikhlasan dan kecintaan.



Kecintaan, kebencian dan pemberian mereka semata-mata lillah, fillah dan sesuai dengan kehendak Alloh. Maka mereka sungguh-sungguh kaum mukminin yang sesungguhnya, yang sempurna keimanan dan yang murni keyakinan mereka.



Penyempurnaan iman adalah tujuan dan jalan yang diharapkan. Sedangkan jalan untuk mendapatkan dan untuk merealisasikannya terpaut kepada empat perkara penting, yaitu :



Perkara Pertama:

Merealisasikan keikhlasan kepada Alloh Ta’ala dalam setiap amalan,ucapan, keyakinan dan jalan hidup.



Perkara Kedua :

Membenarkan keimanan dengan amalan nyata dan ketundukan secara lahir dan batin.



Perkara Ketiga :

Kecintaan Kepada Alloh dan Rosul-Nya Sholallohu ‘alaihi wa sallam, serta mendahulukan keduanya atas kecintaan terhadap segala sesuatu.



Perkara Keempat :

Merealisasikan Ittiba’ Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa Sallam serta mencegah Bid’ah I’tiqody maupun Bid’ah Amali.



Seorang yang mendapatkan taufiq selalu menjaga keempat perkara ini dalam jiwanya. Apabila hilang ataupun berkurang, ia segera mundur kembali dengan taubat . apabila ia mampu melaksanakan hal tersebut ia melaluinya dengan muhasabah dan rasa syukur.

Keistiqomahan dalam empat perkara ini, menjaganya, serta senantiasa konsisten secara lahir dan batin bergantung kepada seberapa besar kekuatan persiapan seorang hamba menghadapi Hari Akhir bergantung pula terhadap kadar ilmu syar’I seorang hamba, dan usahanya dalam menyempurnakan keimanan serta kontinuitasnya terhadap ketaqwaan dan pengagungannya terhadap syi’ar-syi’ar ketaqwaan.

Oleh karena itu dibutuhkan kesempatan untuk mengingatkan dengan beberapa wasiat dan hakekat, yang dengannya seorang hamba dapat menjaga keimanan dalam dirinya dan dapat pula mengembalikan keimanan yang telah hilang.

Adapun hakekat-hakekat itu adalah:

* Hakekat Pertama:



Bahwa tanda pertama seseorang mendapatkan taufiq adalah keistiqomahannya dalam ketaatan, mencari hal-hal yang terpenuhi dengannya kebaikan, memanfaatkan waktu, giat menghadiri majelis-majelis Ilmu dan memanen buah-buahnya, mencermati buku-buku dan memanfaatkan segala kesempatan, mengikhlaskan tujuan dan niat, menghindari tempat-tempat fitnah dan syubhat serta menjaga hak-hak dan amanah.

Ibnu Qoyim Rahimahulloh berkata : “Adapun Istiqomah adalah kata yang majemuk, yang diambil dari sumber-sumber agama. Yaitu berdiri di hadapan Alloh atas dasar kejujuran yang nyata disertai dengan pemenuhan perjanjian.”



* Hakekat Kedua:

Bahwasanya tujuan yang diharapkan seorang hamba dalam bab Istiqomah adalah keteguhan diatas Tauhid yang murni, baik dalam hal ilmu, amalan, dakwah ataupun dalam jihad, bahkan dalam masalah kecintaan dan loyalitas. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala :


قُلْ إِنَّمَآ أَنَاْ بَشَرٌ مثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ فَٱسْتَقِيمُوۤاْ إِلَيْهِ وَٱسْتَغْفِرُوهُ...(فصلت :6)

“Katakanlah (Muhammad): “Aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya…..”(QS.Fushilat :6)

Yaitu : Istiqomah dalam mentauhidkan Alloh dan mengesakan-Nya dalam ibadah dalam ucapan ,niat maupun amalan. Oleh karena itu Abu Bakar Asshidiq Rodhiyallohu ‘anhu pernah ditanya tentang istiqomah ? maka beliau menjawab : “Hendaklah engkau tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu apapun.” Beliau ingin menjelaskan makna Istiqomah ditinjau dari makna Tauhid. (lihat Madarijus Saalikin :2/79)

Ibnu Qoyyim Rahimahulloh juga berkata: Aku mendengar Syeikhul Islam Rahimahulloh berkata: “Istiqomahlah kalian di atas kecintaan Alloh dan peribadatan kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali menoleh ke kanan dan ke kiri.” (lihat Madarijus Saalikin :2/79)



* Hakekat Ketiga

Orang yang menginginkan jalan petunjuk membutuhkan kepada :

1. Dalil petunjuk dari Al-Qur’an dan Assunnah
2. Membutuhkan petunjuk untuk memanfaatkan dalil tersebut.
3. Meninggalkan hal-hal yang merintangi dan menghalangi dari pemanfaatan dalil tersebut.

Sungguh Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam datang dengan membawa ayat-ayat yang dibaca, tazkiyah (pensucian jiwa) dan ilmu yang bermanfaat, sebagaimana do’a Nabi Ibrohim ‘alaihissalam :
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُواْ عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ العَزِيزُ الحَكِيمُ (البقرة :129)

“Wahai Tuhan kami utuslah kepada mereka seorang Rosul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al-Qur’an) dan Al Hikmah (Assunnah) serta mensucikan mereka, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.Al Baqarah :129)



Para Ahli Ilmu dan Dakwah telah mengetahui pentingnya membahas tentang penghalang-penghalang pensucian jiwa (tazkiyah) dan bahwasanya penghalang-penghalang tersebut bersumber dari Syubhat-syubhat yang menyambar dan syahwat yang mematikan. Sesungguhnya sangat dibutuhkan pengawasan, penelitian, dalam upaya menyingkapnya, menjauhinya, dan memutus jalan masuknya.



Diantara hal-hal yang membantu seorang hamba dalam hal tersebut ada tiga perkara :

* Mencela Jiwa dari segala tujuan (yang buruk)

Berprasangka buruk terhadap diri sendiri membantu seseorang untuk introspeksi diri, melihat sesuatu atas dasar hakekat yang sebenarnya. Sehingga seorang hamba mendapati sebab kedzoliman dan kebodohan dari dirinya sendiri.

Sebagaimana firman Alloh Ta’ala :



وَحَمَلَهَا الإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولاً (الأحزاب : 72)

“Maka dibebankanlah (amanat itu) kepada manusia dan sesungguhnya manusia itu amatlah dzolim lagi bodoh." (Al-Ahzab :72)



Dan sesungguhnya rintangan penyucian jiwa dan iman terletak pada jiwa seseorang. Maka hendaklah seorang hamba menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang dapat menyucikan jiwanya, memperbaikinya, dan mendidiknya dengan ilmu yang kecil sebelum ilmu yang besar.



* Membedakan antara Pemberian dan ujian – antara kenikmatan dan hukuman – antara karomah dan istidroj (nglulu-jawa,pent) bahkan membedakan antara kondisi selamat dengan kondisi fitnah.

Seorang hamba yang mendapatkan taufiq mampu mengetahui perbedaan antara kenikmatan yang membantu untuk mendapatkan kebahagiaan yang abadi dengan kenikmatan yang dekat dengan istidraj. Berapa banyak orang yang mendapatkan istidroj dengan suatu kenikmatan – padahal sebenarnya hal itu adalah hukuman – sedangkan dia tidak merasa, disebabkan terfitnah oleh pujian orang-orang bodoh kepadanya. (lihat Madarijus Salikin : 1/136)



* Hendaklah mencukupkan diri dalam amalannya, dengan mengikuti sunnah Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam, seimbang dalam hukum-hukumnya.

Dengan kata lain Istiqomah adalah : keseimbangan yang lepas dari ifrat (berlebih-lebihan) dan tafrit (meremehkan), menghindari penyimpangan terhadap Sunnah, tidak menipu dalam menghukumi dan memutuskan serta tidak berlebih-lebihan dalam memuji dan mencela.

Ibnu Qoyyim Rahimahulloh berkata : berkata sebagian Salaf : ”Tidaklah Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan suatu perintah kecuali syeitan memiliki dua tipu daya, baik kepada tafrit atau kepada Ifrat. Syeitan tidak perduli mana dari keduanya yang berhasil, baik bertambah atau berkurang.” (lihat Madarijus Salikin 2/82)

Makna ini terkumpul dalam Hadits Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam :


إن لكل عمل شرة, و لكل شرة فترة. فمن كانت فترته إلى سنتي فقد اهتدى, ومن كانت فترته إلى غير ذلك فقد هلك .

“Sesungguhnya setiap amalan memiliki masa-masa giat, dan setiap masa-masa giat ada masa menurun,barangsiapa masa menurunnya di atas Sunnahku sungguh ia telah mendapat petunjuk, dan barangsiapa yang masa menurunnya kepada selain Sunnahku sungguh ia telah binasa.”



Maka kesudahan yang terpuji dan tempat kembali yang baik bagi orang yang Istiqomah.

Orang-orang yang senantiasa istiqomah di atas jalan Al-Qur’an dan Assunnah, selalu memurnikan tauhid kepada Tuhannya, memperbaiki ittiba’-nya kepada Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam, serta senantiasa bertaqwa dalam kesendiriannya maupun bersama orang lain; maka mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat. Alloh Ta’ala berfirman :


وَأَلَّوِ اسْتَقَامُواْ عَلَى الطَّرِيقَةِ لأَسْقَيْنَاهُم مَّآءً غَدَقاً (الجن : 16)

“ Dan bahwasanya : jikalau mereka tetap lurus (istiqomah) di atas jalan itu (Agama Islam), benar-benar kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (Al Jin : 16)



Demikian pembahasan yang dapat kami uraikan, mudah-mudahan Alloh meneguhkan hati kita di atas Islam sehingga kita berjumpa dengan-Nya, amien.

No comments: